MAKNA DAN POSISI SERTA URGENSI BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN

12/03/2015 04:17:00 AM Sefiana 0 Comments

MAKNA DAN POSISI SERTA URGENSI  BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN





             A. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan berasal dari kata to guide kemudian menjadi guidance yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.

Sedangkan konseling diambil dari bahasa Inggris counseling dulu diterjemahkan dengan penyuluhan (bersifat umum), sekarang diartikan konseling itu sendiri (bersifat spesifik mengenai kejiwaan). Dengan demikian, pengertian konseling adalah kontak antara dua orang (yaitu konselor dan konseli) untuk menangani masalah konseli, dalam suasana keahlian yang laras dan terintegrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku, untuk tujuan-tujuan yang berguna bagi konseli.

B. Kondisi Bimbingan dan Konseling Di Sekolah

Berbicara tentang pendidikan nasional atau sekolah di negara ini, yang sering menjadi sorotan adalah masalah nilai atau kemampuan kognitif siswa, bangunan sekolah, dan kesejahteraan guru. Jarang sekali isu kepribadian siswa yang dijadikan sorotan, apalagi peran guru Bimbingan dan Konseling atau konselor sekolah dalam pembentukan pribadi siswa.
Ada beberapa paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:
1.      Sekolah yang sadar betul pentingnya BK untuk membangun karakter siswa.
2.      Sekolah yang sadar akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi siswa, tetapi tidak didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah.
3.      Sekolah yang masih menerapkan manajemen BK “jadul”.
4.      Sekolah yang belum memiliki manajemen BK.

C. Landasan Psikologis Bimbingan dan Konseling
    Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang: (1) Motif dan Motivasi; (2) Konflik dan Frustasi; (3) Sikap; (4) Pembawaan dan Lingkungan; (5) Perkembangan Individu; (6) Masalah Penyesuaian Diri Dan Kesehatan Mental; (7) Masalah Belajar; (8)Kecerdasan Majemuk; (9) Kecerdasan Emosional; (10) Kecerdasan Spiritual; (11) Kreativita dan (12) Stres dan Pengelolaannya

D. Landasan Sosiologis (Sosial-Budaya) Bimbingan dan Konseling

Faktor-faktor sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan akan bimbingan menurut John J. Pietrofesa dkk.,(1980); M. Surya & Rochman N.,(1986); dan Rochman N., (1987) adalah sebagai berikut;
1.      Perubahan Konstelasi Keluarga
2.      Perkembangan Pendidikan
3.      Dunia Kerja
4.      Perkembangan Kota Metropolitan
5.      Perkembangan Komunikasi
6.      Seksisme dan Rasisme
7.      Kesehatan Mental
8.      Perkembangan Teknologi
9.      Kondisi Moral dan Keagamaan
10.  Kondisi sosial Ekonomi

      E. Landasan Pedagogis Bimbingan dan Konseling

Sunaryo kartadinata (2011: 23) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah upaya pedagogis untuk memfasilitasi perkembangan individu dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, sehingga bimbingan dan konseling adalah sebuah upaya normatif. Tohirin (2007: 103) mengatakan bahwa landasan bimbingan dan konseling setidaknya berkaitan dengan:
1.      Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan,
2.      Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan
3.      Pendidikan sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.

F. Landasan Agama Bimbingan dan Konseling

1.      Hakikat Manusia Menurut Agama

Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki motif  beragama, rasa keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama.

2.      Peranan Agama
a.       Memelihara Fitrah
b.      Memelihara Jiwa
c.       Memelihara Akal
d.      Memelihara Keturunan

G. Landasan Perkembangan IPTEK Bimbingan dan Konseling

                      1. Keilmuan Bimbingan dan Konseling
Tohirin (2007: 101) mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan professional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya.

2. Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Ilmu bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, artinya suatu disiplin ilmu dengan rujukan atau referensi dari ilmu-ilmu lain seperti psikologi, ilmu pendidikan, ilmu sosiologi, antropologi, ekonomi, ilmu agama, ilmu hukum, filsafat, dan lain-lain.

3. Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh jadi dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam praktek adalah apabila pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil penelitian dilapangan.

H. Perkembangan Bimbingan dan Konseling Di Indonesia

Kegiatan bimbingan pada hakikatnya telah berakar dalam seluruh kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia. Akan tetapi perlu diakui bahwa bimbingan yang bersifat ilmiah dan profesional masih belum berkembang secara mantap atas dasar falsafah Pancasila. Berikut ini akan dibahas mengenai perkembangan usaha bimbingan dalam pendidikan di Indonesia.
1.      Sebelum Kemerdekaan
Masa sebelum kemerdekaan yaitu pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, kehidupan rakyat Indonesia berada dalam cengkeraman penjajah (Pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penjajah). Para siswa dididik untuk mengabdi untuk kepentingan penjajah. Rakyat Indonesia yang cinta akan nasionalisme dan kemerdekaan berusaha untuk memperjuangkan kemandirian bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satu di antaranya adalah Taman Siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang dengan gigih menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandangan bimbingan hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.
2.      Dekade 40-an (Perjuangan)
Dalam bidang pendidikan, pada dekade ini lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Masalah kebodohan dan kerbelakangan merupakan masalah besar dan tantangan yang paling besar bagi pendidikan pada saat itu. Tetapi yang lebih mendalam adalah mendidik bangsa Indonesia agar memahami dirinya sebagai bangsa yang merdeka sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Hal ini pulalah yang menjadi fokus utama dalam bimbingan pada saat itu.
3.      Dekade 50-an (Perjuangan)
Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan. Upaya membantu siswa dalam mencapai prestasi lebih banyak dilakukan oleh guru di kelas atau di luar. Akan tetapi, pada hakikatnya bimbingan telah tersirat dalam pendidikan dan benar-benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa di sekolah agar dapat berprestasi meskipun dalam situasi yang amat darurat.
4.      Dekade 60-an (Perintisan)
Memasuki dekade 60-an suasana politik kurang begitu menguntungkan dengan klimaksnya pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965. Akan tetapi, dalam dekade ini pula lahir Orde Baru tahun 1966, yang kemudian meluruskan dan menegakkan serta ini sudah mulai mantap dalam merintis ke arah terwujudnya suatu sistem pendidikan nasional.
Keadaan di atas memberikan tantangan bagi keperluan layanan bimbingan dan konseling di sekolah sebagai salah satu kelengkapan sistem. Di sinilah timbul tantangan untuk mulai merintis pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang terprogram dan terorganisasi dengan baik.
5.      Dekade 70-an (Penataan)
Kelahiran orde baru telah banyak menyadarkan bangsa Indonesia akan kelemahan di masa lampau dan kesediaan memperbaiki di masa yang akan datang melalui pembangunan. Repelita pertama mulai dicanangkan dilaksanakan dalam awal dekade ini, dan dilanjutkan dalam dekade-dekade selanjutnya. Pembangunan dalam bidang pendidikan merupakan salah satu penunjang pembangunan nasional. Keadaan tersebut memberikan tantangan dan peluang besar untuk upaya penataan bimbingan baik dalam aspek konseptual maupun operasional.
6.      Dekade 80-an (Pemantapan)
Setelah melalui penataan dalam dekade 70-an, maka dalam dekade 80-an ini bimbingan diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang profesional. Dengan demikian, maka upaya-upaya dalam dekade 80-an lebih mengarah kepada profesionalisasi yang lebih mantap.
Pada saat ini, profesi konselor secara legal formal telah diakui dalam sistem pendidikan nasional. Konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling merupakan profesi yang sudah diakui keberadaannya di sekolah. Hal ini dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru pada pasal 15 yang mengatakan bahwa guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah guru pemegang sertifikat pendidikan.


REFERENSI

Kartadinata, Sunaryo. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis. Bandung: UPI Press
Sukardi, Dewa Ketut Drs. MBA. MM. dan Desak P.E. Nila Kusmwati, S.Si, M.Si. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda
Tohirin, Drs. M. Pd. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada



You Might Also Like

0 comments: